Megawati: Saya Bukan Ketum untuk Dilayani, Saya Dipercayai Jaga Api Ideologi

Pernyataan Tegas Megawati di Tengah Dinamika Politik Internal

bebasketik.com – Ketua Umum PDI Perjuangan, Megawati Soekarnoputri, kembali menyampaikan pernyataan yang menggugah dalam sebuah acara resmi partai. Dalam sambutan politiknya, Megawati menekankan bahwa dirinya bukanlah ketua umum yang hanya ingin dilayani. Ia menegaskan bahwa posisinya sebagai pemimpin partai merupakan bentuk kepercayaan untuk menjaga “api ideologi” yang diwariskan oleh para pendiri bangsa, termasuk ayahnya, Bung Karno.

Pernyataan ini dilontarkan dalam konteks dinamika internal partai yang tengah ramai dibicarakan. Banyak kader muda yang mulai mempertanyakan arah perjuangan dan strategi politik partai, khususnya setelah dinamika Pemilu 2024. Megawati merasa perlu mengingatkan seluruh kader bahwa semangat perjuangan ideologis tak boleh padam, bahkan ketika arah politik nasional kian pragmatis.

Menurut Megawati, PDI Perjuangan bukanlah partai biasa yang hanya mengejar kekuasaan. Ia menekankan bahwa partai ini didirikan untuk memperjuangkan nilai-nilai kerakyatan, keadilan sosial, dan ideologi Pancasila dalam praktik nyata. Dan untuk itu, dirinya hadir sebagai penjaga konsistensi ideologi—bukan sebagai simbol formalitas.

Makna “Jaga Api Ideologi” Bagi PDIP

Frasa “jaga api ideologi” bukan sekadar retorika dalam pidato politik Megawati. Ungkapan ini menyiratkan bahwa PDIP mengemban tugas berat untuk tetap konsisten dalam perjuangan politik yang berbasis nilai. Bukan hanya memenangkan kursi di parlemen, tetapi juga membentuk karakter kebangsaan yang berpijak pada semangat Pancasila.

Dalam sejarah panjang PDIP, peran Megawati sangat erat kaitannya dengan upaya pelestarian warisan ideologis Bung Karno. Ia dikenal sebagai sosok yang konsisten menolak komersialisasi politik dan kerap mengkritik gaya politik transaksional. Ketika banyak partai tergoda menjual idealisme demi pragmatisme, Megawati justru mengambil jalan sunyi: mempertahankan garis ideologis yang ia yakini benar.

Bagi para kader PDIP, pernyataan ini menjadi semacam pengingat agar tidak kehilangan arah. Banyak yang menganggap bahwa dalam era politik modern yang serba cepat dan instan, idealisme sering kali dianggap barang usang. Namun Megawati hadir untuk menunjukkan bahwa prinsip tetap harus menjadi kompas utama perjuangan politik.

Respons Kader dan Pengamat Politik

Pernyataan Megawati ini mendapat sambutan hangat dari sebagian besar kader PDIP, khususnya mereka yang sudah lama berkecimpung dalam partai. Mereka menganggap bahwa teguran Megawati merupakan bentuk kasih sayang politik yang menuntun agar tidak melenceng dari garis perjuangan.

Namun demikian, beberapa kader muda dan pengamat politik menilai bahwa PDIP juga perlu lebih adaptif. Konsistensi dalam menjaga ideologi memang penting, tapi kemampuan untuk membaca arah zaman juga tak kalah krusial. Kritik ini tidak serta-merta menolak ideologi, tapi mendorong PDIP untuk menyelaraskan prinsip dengan realitas kontemporer.

Sebagian analis politik bahkan menilai bahwa pidato Megawati tersebut merupakan “kode keras” bagi faksi-faksi internal yang mulai menunjukkan ambisi politik tanpa memperhatikan nilai-nilai dasar partai. Mereka menilai bahwa ketegasan Megawati justru dibutuhkan untuk menjaga kekompakan menjelang agenda-agenda penting partai ke depan.

Posisi Megawati Masih Sentral dalam Politik PDIP

Meski sudah tidak menjabat dalam pemerintahan secara langsung, pengaruh Megawati dalam politik nasional tidak bisa diremehkan. Ia masih menjadi tokoh sentral yang menentukan arah kebijakan strategis partai. Bahkan dalam banyak keputusan besar—mulai dari pencalonan presiden hingga koalisi—restu Megawati menjadi faktor penentu.

Dalam struktur internal PDIP, Megawati dianggap bukan hanya ketua umum secara administratif, tapi juga sebagai simbol ideologi dan moralitas partai. Oleh karena itu, ketika ia berbicara soal menjaga “api ideologi”, banyak kader yang merasa bahwa itu adalah seruan untuk kembali ke jati diri partai.

Hal ini juga yang membuat banyak pihak percaya bahwa regenerasi kepemimpinan di PDIP akan sangat ditentukan oleh seberapa kuat figur penerus mampu menjaga garis ideologis yang telah dibangun Megawati selama lebih dari dua dekade.

Tantangan PDIP di Tengah Lanskap Politik Baru

PDIP kini menghadapi tantangan berat. Usai Pilpres 2024, konstelasi politik nasional berubah drastis. Prabowo Subianto yang dulunya rival kini menjadi presiden terpilih, sementara PDIP harus memikirkan langkah strategis sebagai oposisi atau mitra kritis. Di tengah kondisi seperti ini, peran ideologi menjadi sangat vital untuk menjaga integritas partai.

Di sinilah letak relevansi pidato Megawati. Ia mengingatkan bahwa dalam dunia politik yang makin transaksional, ideologi adalah satu-satunya penopang moral yang tidak bisa ditawar. Partai boleh berganti posisi dalam pemerintahan, tapi tidak boleh kehilangan jati diri.

Selain itu, PDIP juga harus menghadapi gelombang generasi muda yang lebih rasional, kritis, dan tidak mudah digiring oleh retorika. Maka dari itu, menjaga api ideologi bukan hanya soal mempertahankan nilai lama, tapi juga mengaktualisasikannya dalam konteks kekinian yang bisa diterima publik luas.

Regenerasi dan Kebutuhan Akan Pemimpin Ideologis

Salah satu poin yang menjadi pembicaraan hangat adalah regenerasi internal PDIP. Siapa yang kelak akan menggantikan Megawati? Pertanyaan ini terus berulang, terutama karena usia Megawati yang sudah tidak muda lagi.

Namun Megawati sendiri berkali-kali menegaskan bahwa regenerasi bukan semata soal usia atau popularitas, tapi lebih kepada kesiapan menjaga prinsip perjuangan. Dengan kata lain, pemimpin PDIP selanjutnya harus bisa menjadi penjaga api ideologi—bukan hanya pengelola kekuasaan.

Banyak yang menilai bahwa Megawati sedang mempersiapkan regenerasi dengan ketat. Ia ingin memastikan bahwa siapa pun penerusnya, tidak akan membawa partai ini melenceng dari akar ideologisnya.